Kamis, 06 Februari 2014

Bring Back My Heart -> Bag 4


Bag 4

Mustahil, aku sedang merasa duduk dikursi teras rumahku yang berada di Tasikmalaya. Kenapa aku bisa disini, seharusnya aku pulang ke Bandung. Sudah dua tahun aku tak pernah kemari. Buat apa aku kemari, dan dengan apa aku kemari. Sepi sekali, kemana orang-orang. Begitu banyak pertanyaan dibenakku. Kubuka pintu rumah yang tidak terkunci, gelap sekali. Padahal masih siang dan diluar sangat terang. Kulangkahkan kaki masuk menuju ruang tamu, langkah yang berat. Kakiku terasa sangat pegal, dan lemas. Kuraba-raba dinding, berharap tidak menabrak perabotan yang seingatku sangat banyak. Berharap menemukan kamar masa kecilku, kamar yang paling depan. Hebat, tak ada satupun perabotan yang aku tabrak. Hingga aku merasa memegang sebuah gagang pintu. Kupastikan ini kamarku. Kubuka pintunya, terasa sangat berat saat mendorong agar pintunya terbuka. Yang benar saja, kamar ini sangat terang benderang. Bahkan aku tak pernah menyuruh orang untuk memasang lampu tidur dikamar ini. Jumlahnya sangat banyak, aku tak dapat menghitungnya. Kulangkahkan kakiku masuk kedalam, kupandangi sekitar. Semua masih tampak sama, kecuali lampu-lampu tidur yang menempel didinding.
“Nana, kamu masih ingat ini?” Arya duduk dikursi belajarku memegang sebuah kotak kecil berwarna orange.
“Tentu saja, itu pemberianmu..”
“Kau tak pernah membukanya lagi?”
“Bukan tak pernah, tapi tak ingin!!”
“Apa ini beban buat kamu?”
“Tentu saja. Semua kenangan singkat bersamamu itu beban dalam hidupku. Beritahu aku cara meringankannya..”
“Kamu hanya perlu percaya pada kotak ini. Karena isinya adalah bagian dari diriku. Kau masih ingatkan..”
“Tentu saja. Bagaimana aku bisa lupa!”
“Baguslah. Karena kamu akan semakin mengingatnya mulai sekarang. Ini bagian dari diriku. Jangan kau benci dia. Sempatkan waktu untuk melihatnya, dan jangan hanya sekedar membukanya. Percayalah pada isinya, jangan lihat luarnya. Ruangan ini sudah sangat terang untuk membuka sedikit hatimu. Kau akan mengerti maksudku..”
“Arya. Kamu membuatku muak, berikan padaku kotak itu. Akan ku buang, agar kau lenyap. Aku tahu ini hanya mimpi, aku tak berharap bertemu kamu disini. Aku akan segera terbangun..”
“Kamu berubah Nana..”
“Bukankah itu permintaan terakhirmu dariku ‘Ubahlah dirimu dulu, supaya kamu dapat merubah hidupmu’ kau lupa?”
“Aku tak pernah lupa. Tapi kenapa baru sekarang? Perubahan apa yang kau harapkan dari hidupmu yang selalu bergantung pada bayangan ku..”
“Ya, karena pada akhirnya aku menyadari, kau tak nyata!! Hidupku tidak ada hubungannya denganmu!!”
Ku rebut kotak berwarna orange itu dari tangannya, dia hanya pasrah. Kubanting entah kemana. Saat ku menoleh dia benar-benar sudah lenyap. Kucari disetiap sudut kamar ini, tiba-tiba semuanya berubah menjadi gelap. Perlahan tapi pasti, kubuka mata pelan-pelan. Kulihat cahaya putih bergerak-gerak didepan mataku. Ah , yang benar saja. Aku memang sedang bermimpi, dan sekarang aku sudah terbangun. Cahaya itu berasal dari seorang pria dengan kemeja merah berdasi, dan stetoskop dilehernya. Cahaya itu dari sebuah senter yang diarahkan kemataku. Mungkin dia dokter yang dipanggil Neyla untuk memeriksa kondisi kesehatanku pasca hilang.
“Sudah bangun ya?” tanya dokter itu padaku.
“Eemm..” jawabku, tak berminat bicara banyak.
“Oke. Sekarang anda sarapan dan minum obatnya. Saya sudah bicara dengan teman anda, jadi anda tinggal istirahat saja!!”
“Terima kasih. Tapi saya harus siap-siap untuk pulang..” mencoba bangun dan “aww” kakiku terasa sakit dan sulit digerakkan.
“Sudah saya katakan istirahat saja, mungkin besok baru benar-benar pulih. Sedikit bengkak..”
“Besok?” berarti satu hari lagi harus tinggal, membosankan.
“Iya, kalau begitu saya pamit dulu. Mari..”
Aku hanya mengangguk satu kali mempersilahkan sang dokter pergi. Harus minum obat, menjijikkan. Aku tak suka obat atau jamu, bukan menyembuhkan. Tapi, malah membuatku sakit. Pusing melihatnya, mual saat menelannya, dan seperti diberi racun terus berakhir mati (obat dengan efek samping mengantuk). Neyla menghampiriku dan duduk dengan tenang.
“Tunggu sebentar, aku sudah pesan makanan untukmu. Enak nggak enak makan saja!!”
“Kamu marah Ney?”
“Obatnya diminum, kalau mau pulang besok!!” Neyla tak menghiraukan pertanyaanku. Diambilnya anduk basah yang ada dimeja disamping tempat tidurku. Aku tak dapat berkata, aku hanya cukup dengan mengerti perasaannya saat ini. Tanpa berkata lagi ditempelnya handuk basah itu ditumitku yang sedikit lecet dan bengkak. Kakiku terasa lebih baik.
Selang beberapa menit menunggu. Seseorang wanita datang dengan nampan berisi bubur, susu, dan roti. Neyla memang pengertian, dia membawakan tiga jenis makanan yang tidak ku sukai. Banyak hal yang tidak kusukai didunia ini. Aku bukan pemilih, tapi aku punya selera. Kutatap Neyla dengan serius, bisa dibilang aku melotot.
“Sudah makan saja. Kamu butuh sesuatu yang mudah dicerna. Itu saran dokter..” titah Neyla dengan nada dingin.
“Aku mau nasi goreng dengan semangka..!!”
“Kamu bisa mendapatkannya kalau saja kamu sudah makan sejak kemarin. Kamu hampir saja terkena radang lambung, dan kamu sedikit demam. Dokter menyarankan untuk dirawat, tapi aku rasa kamu tidak akan suka. Solusinya , makanlah ini sekarang!!!” Neyla menyodorkan sendok berisi bubur kemulutku. Aku mengalah, dan membuka mulut untuk bubur tanpa rasa itu.
“Emm, selang infus? Apa aku terlihat begitu lemah dan menyedihkan?” tanyaku pada Neyla sambil menelan sendok demi sendok bubur lembek itu.
“Kamu menyedihkan, tapi kamu tidak lemah. Berjalan hampir 10km jauhnya tanpa alas kaki dan suhu yang dingin. Aku pikir kamu cukup kuat, hingga berada dikawasan Cibangban. Tenang saja kamu hanya perlu menghabiskan dua botol infus. Sesudah itu kamu boleh melepasnya..”
“Buburnya udah aja. Aku minta air putih, nggak mau susu. Mana obatnya? Aku mau tidur lagi dan berharap ini cepat berakhir..”
“Nana, kamu tadi malam?”
“Napa Ney? Penasaran dengan yang terjadi padaku semalam. Aku tak berminat menceritakannnya sekarang. Mungkin lain kali. Berikan obatnya!!”
Tanpa bertanya lagi Neyla memberikanku air dan obat. Aku rasa dia sudah cukup terbiasa dengan penolakanku. Ya Tuhan, bubur maupun obatnya benar-benar menjijikkan. Tapi aku harus cepat pulih, aku ingin segera pergi dari tempat yang membuat dadaku penuh sesak ini.
“Na, kamu istirahat ya. Aku lelah, pengen tidur sebentar. Nanti siang aku beliin kamu sesuatu yang enak dimakan..” Neyla beranjak ke kasur disebelahku. Wajahnya memang tampak lelah, dia mencariku semalaman. Dia seorang sahabat, tapi memperhatikanku seperti adikknya. Umurnya lebih tua setahun dariku. Mungkin bertemu denganku suatu kesialan baginya, hingga dia harus menyayangi sahabat yang buruk sepertiku.
“Ya, makasih Ney..”
Aku harap efek membunuh obatnya segera bekerja. Hingga aku bisa mati suri dengan cepat, dan terbangun disaat aku benar-benar sudah baikan. Berharap mimpi dengan benar kali ini, tak ada Arya di alam bawah sadarku. Kupejamkan mata perlahan, memancing rasa ngantuk. Ya, karena aku bukan orang yang menghitung domba. Jadi hanya perlu berfikir dan tidur.

Bring Back My Heart -> Bag 3


Bag 3

Menyakitkan ketika kamu menyadari bahwa selama ini kamu dibodohi oleh seseorang yang tulus kamu cintai. Lebih menyakitkan lagi setelah kamu tahu dia hanya tampak berpura-pura mencintaimu. Kenapa? Mengatakan dirinya bukan Arya. Lelucon murahan. Padahal dari mata maupun hatiku, dia adalah orang yang dulu membuat jantungku berdetak kencang. Apa dia mau mempermainkan aku, kenapa dia bisa ada disini. Dulu saat dia meninggalkanku, berkata tak akan pernah kembali. Meskipun begitu aku tak sesakit ini. Aku tak merasa dicampakkan sedikitpun. Tapi ini, seperti sebuah pengkhianatan. Pertemuan yang tidak aku harapkan. Dia tahu aku Nana, tapi dia sedang bermain-main dengan identitasnya. Terakhir kali aku bertemu dengannya, aku melihat pasport keberangkatannya ke Inggris. Namanya Arya Nindra, aku tak mungkin salah. Dan daya ingatku masih kuat, hingga sekarang aku masih mengingat semua tentangnya.
Kemana aku harus pulang. Daerah ini tampak asing bagiku. Neyla pasti cemas mencariku, untungnya belum 24jam. Dia tidak akan melaporkan kehilanganku ke kantor polisi. Dia memang sedikit berlebihan. Tanganku bergetar, kepalaku sedikit pusing. Aku harus makan sesuatu. Ya Tuhan, aku tak pakai sendal. Aku ingat tadi aku berjalan dipasir tanpa alas kaki. Orang-orang melihatku dengan aneh. Tentu saja, ada perempuan berjalan tanpa alas kaki di malam hari. Apa lagi ditempat keramaian. Aku berdoa Neyla menemukanku, dan berharap aku masih berada di Sukabumi.
“Oke Nana !! Kamu harus kuat. Jangan sampai perasaan mu mengendalikanmu..” aku bergumam sendiri untuk menguatkan diri. Malam semakin dingin, dan aku ingin segera bertemu Neyla. Sejenak harus kulupakan kejadian beberapa menit yang lalu, anggap ini hanya mimpi. Jangan terbawa suasana “Sial, aku lupa nama Hotelnya!!” keadaan mulai memburuk. Mungkin memang benar aku sudah mulai pikun. Yang aku ingat hanya Arya dan Arya. Tuhan, berikan jalan keluar.
Aku berjalan tanpa henti. Tak ku hiraukan orang-orang yang melihatku. Meskipun hanya beberapa. Aku yakin sudah berjalan selama satu jam, karena kakiku mulai sakit. Badanku lemas. Ini sudah yang terburuk terjadi padaku didalam hidup. Sebelumnya aku tidak pernah tersesat. Mungkin karena sudah malam, aku takut minta tolong pada orang-orang asing. Aku tidak boleh terus begini, tidak mungkin aku jadi gembel saat sedang berlibur. Aku harus fokus.
“Ayo Nana, konsentrasi.. “ gumamku sambil memejamkan mata, dan “DAMN, aku berjalan menjauhi pantai. Aku harus mencari pantai..” akhirnya aku sadar betapa tololnya aku.
Kupejamkan mata dan mulai mencoba merasakan darimana datangnya angin laut. Arahnya sedikit kacau, tapi satu yang membuatku yakin. Putaran anginnya sangat kuat dibahu kananku “Ya, dibelakang, ada dibelakangku..” akhirnya aku memutar arah, dan berjalan lurus mengikuti putaran angin. Sial, ini pernah kulakukan dulu bersama Arya. Dia yang mengajariku menemukan pantai dengan merasakan perputaran angin. Untuk pertama kalinya, aku tak suka mendapati diriku mengingat tentang Arya. Tapi tak apa, ini sedikit berguna. Kakiku benar-benar lecet, aku tampak buruk dan menyedihkan.
Jangan memohon pada Tuhan untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan, tapi mohonlah pada Tuhan untuk apa yang pantas kamu dapatkan. Sepanjang perjalananku aku sudah memohon puluhan kali pada Tuhan, untuk bertemu pantai. Dan ini yang pantas aku dapatkan, aku bertemu Neyla berjalan bersama seorang pria. Ya aku tahu dia, security di hotel tempatku menginap. Mereka mencari seseorang, tentunya aku. Kulihat dia menghentikan langkahnya saat melihatku, dia pasti tak menyangka aku akan sesial ini. Neyla berlari menghampiriku, diikuti pria yang menemaninya.
“Na, kamu kemana sih? Kenapa sejauh ini..” pelukkannya menghangatkan badanku yang menggigil dan lemas.
“Maaf, aku tersesat..”
“Kamu.. badanmu panas” Neyla memegang keningku “Pak Asep bisa gendong dia, kakinya lecet Pak..”
“Iya Neng bisa, sini saya bantu..” Pria yang Neyla panggil Pak Asep ini menggendongku dari belakang. Aku terima saja, toh aku memang sudah tak sanggup untuk berjalan.
Terkadang bukan karena dusta kamu membenci seseorang, tapi karena sedih menerima kenyataan bahwa dia tak bisa lagi kamu percaya. Yang kurasa, aku mulai membencinya dan membenci situasi yang kurang menguntungkan ini. Berlibur untuk bernostalgia ditempat pertama kali aku bertemu dengannya, yang kudapat kini hanyalah penyesalan. Menyesal pernah mengizinkannya mendirikan tembok baja dihatiku. Menyesal menghabiskan waktu untuk merindukannya. Menyesal terlambat menyadari betapa bodohnya aku. Begitu banyak penyesalan, hingga hampir saja ku ratapi detik-detik yang aku sia-siakan untuk membanggakan diri sebagai orang yang ditinggalkan. Dapatkah aku melepaskan diri dari belenggu masa lalu yang kuciptakan sendiri.

Bring Back My Heart -> Bag 2


Bag 2


“Gadis ini, masih cantik seperti dulu..”
“Yakin dia masih gadis?”
“Jangan sembarangan!! Gue sudah selidiki hampir dua tahun. Dia masih sendiri, belum menikah..”
“Oh gitu, kenapa dia belum sadar juga, ini sudah dua jam. Padahal lukanya nggak terlalu parah..”
“Entahlah, wajahnya pucat. Kita tunggu saja..”
“Elu yakin dia orangnya?”
“100%”
Aku tidak mungkin salah, dia orang yang sama dengan yang aku temui dulu. Dia cinta pertama kakak ku, Arya. Kakak kembarku. Aku yakin karena akulah yang telah memaksanya untuk jatuh cinta pada Arya, dan aku pula yang dengan tidak sengaja membuat Arya jatuh cinta padanya. Dan setelah berpisah mereka sangat menderita. Ini semua salahku, dan aku akan bertanggung jawab. Andai waktu itu aku tidak mengaku sebagai Arya. Mungkin dia sudah menjadi milikku. Sejak awal dia memang milikku, milikku yang tak pernah kudapatkan.
“Terus kalau dia sadar, lu mau ngapain? Dia pasti kenal lu sebagai kak Arya..”
“Menurut lo, gua harus jadi siapa? Arya atau Erga…”
Syila terdiam mendengar pertanyaanku. Dia menatapku bingung sambil menggaruk-garuk kepalanya. Ini pertanyaan sulit baginya “Aku nggak tahu, terserah kamu aja deh!!”
“Nana pasti berharap gua Arya..” kenyataan yang tidak dapat kutepis. Dia sama sekali tidak tahu siapa itu Erga. Dia pasti hanya mengenal Arya. Coba waktu itu dia tidak mencari Arya. Maka kakakku tidak akan pernah benar-benar bertemu dengannya, lalu jatuh cinta. Arya tidak memberitahukan kebenarannya, hanya karena  dia ingin memiliki bunga yang indah ini. Tapi apa dia tahu yang sebenarnya terjadi pada Arya.
“Kak Arya pasti bahagia, kalau elu jujur sama nih cewe..”
“Maksud lo?”
“Jadi diri lu sendiri bego, Erga Nindra..”
“Kenapa kalau jadi Arya? gua dah biasa..”
“Sebenarnya kak Arya tahu..”
“Tahu apa?”
“Kak Arya tahu lu pakai nama dia waktu pertama kali ketemu nih cewek. Dan kak Arya juga tahu lu yang pertama kali suka sama nih cewe..”
“Maksud lo. Arya tahu semuanya..”
“Iya, dia yang bilang sama gue. Karena itu juga dia memutuskan untuk pergi..”
“Bodoh !!”
“Elu ngomong bodohnya ke gue apa Kak Arya?”
“Kalian berdua  bodoh. Kalian salah ngerti. Gua cuma main-main sama gadis ini, makanya gua memperkenalkan diri sebagai Arya..”
“Udah deh lu nggak bisa bohong. Kenapa juga lu mau bertanggung jawab, elu kan playboy kelas VIP. Semua orang yang lihat lu tuh ya, pasti punya pemikiran yang sama pada saat pertama kali ketemu lu. Si ganteng yang banyak pacar, hahaha. Elu tobat waktu lu sadar nggak bisa bersama cewe ini lagikan? lu suka nih cewe..”
Aku tak dapat berkata, aku tampak bodoh didepan Syila. Dia sepupuku yang sangat dekat dengan Arya dan memanggilnya dengan sebutan kakak. Berbeda dengan caranya memanggilku, “elo ketawanya jangan keras-keras napa..”
Yang benar saja, ketawa Syila yang agak keras membangunkan gadis yang tertidur diranjang kamar hotel tempatku menginap. Nana Putri. Mata sayunya terbuka perlahan, dan mulai mengamati seisi kamar. Dia tampak kebingungan, jelas saja ini bukan kamarnya. Hatiku mulai gusar, karena matanya akan segera menemukan keberadaanku. Aku tak berani menatapnya, segera aku membalikkan badan membelakanginya. Kutatap Syila dan segera memberikan kode agar dia menghampiri gadis itu. Dan Syila mengerti.
“Udah sadar nih neng?” Syila menghampiri Nana yang kebingungan.
“Siapa kamu?” tanya Nana ketus.
“Gue Syila. Nama lu siapa?”
“Syila? Kenapa aku disini, kamu penculik?” Nana mulai resah.
“Gue nggak culik lu kali. Gue tanya nama lu tuh siapa?” Syila menahan kesalnya.
“Neyla, Neyla. Jam berapa sekarang?”
“Hah, kok Neyla sih. Sial, dah gue bilang lu salah orang..”
Tidak mungkin, aku sangat yakin dia Nana. Nana Putri, kekasih Arya. Aku selalu mengawasinya. Kali ini aku yang kebingungan. Siapa gadis ini, kenapa wajahnya tampak sama. Sebelumnya dia membenarkan kalau dia Nana dengan mengataiku penguntit. Kuberanikan membalikkan badan dan menatapnya, apa dia mengenali wajah ini.
“Heii, aku tanya jam berapa? Dan ini dimana? Aku mau…………………………………kamu?”
“Lu kenal dia?” Syila bertanya pada Nana.
Mata kami saling bertemu. Tatapan itu, aku sangat mengenal tatapan itu. Aku tahu sudah lama sekali sejak dia mencari Arya. Dan aku yakin, gadis yang ku bawa ini Nana. Dia mengerutkan keningnya. Matanya tak berkedip, tetap menatapku. Aku merasakan jantungku memacu dengan kencang, seperti berlari menghindari sesuatu.
“ARYA”
Ya akhirnya, dia mengucapkan nama itu. Memang sudah seharusnya terjadi. Syila menatapku tajam. Bahkan dia melototiku, dia ingin aku mengatakan sesuatu. Badan ku tiba-tiba terasa sangat lemas. Gadis itu mulai meteskan airmata, satu persatu jatuh. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku mulai berfikir dan berfikir. Aku harus cepat, aku harus segera memutuskan. Aku ingin jadi siapa.
“Emmphh…” Syila mulai merasa tak enak, melihat gadis itu menangis “Intinya, nama lu bukan Neyla kan. Arya nggak kenal cewe yang namanya Neyla..” Syila menjelaskan.
Gadis ini menatap Syila tajam. Terlihat menakutkan, kenapa dia seperti itu. Baru pertama kali aku melihat gadis cantik ini mengeluarkan ekspresi tidak menyenangkan. Meskipun masih saja terlihat cantik.
“Santai dong!! Gue cuma ngasih tahu..” Syila menyeringai, dia tampak kesal.
“Aku… bukan Arya !!” akhirnya aku memutuskan, mau jadi siapa diriku. Mereka berdua menatapku bersamaan. Syila terkejut dengan keputusanku, dan Nana lebih terkejut lagi. Ini mungkin mustahil baginya. Dan mungkin sekarang dia berfikir aku sedang bercanda, “Aku memang bukan Arya, dan aku tidak sedang bercanda..” jelasku.
“Oke, aku mengerti. Aku mau pulang..” Nana turun dari kasur dan berjalan dengan cepat mendekati pintu.
“Nana..” kupanggil namanya berharap dia berhenti. Ya, dia menghentikan langkahnya yang tinggal beberapa jengkal menuju pintu.
“Jika kamu bukan Arya, akupun bukan Nana. Aku bukan siapa-siapa!!” gadis itu menegaskan, pintupun dibuka dan dia pergi.
Bagaikan disambar petir. Hatiku hancur mendengar pernyataannya. Apa yang terjadi dengannya. Kenapa dia bisa mengatakan itu setelah sekian lama tidak berjumpa denganku. Apa dia sudah melupakan segala sesuatu yang aku dan dia lalui. Tidak mungkin selama ini aku salah, informanku tidak mungkin berbohong. Dia masih sendiri sampai detik ini.
“Sekarang gue yakin, dia beneran Nana. Dia tuh cuma cinta sama Kak Arya, makanya dia begitu. Kasihan ya jadi elu, tidak diharapkan..” Syila menyindirku.
“Diam lo bawel..”
“Tapi gue kagum, lu berani mengambil keputusan yang bahkan gue pun bakalan sulit menerimanya kalau gue yang jadi Nana..”
Aku menghela napas. Syila ada benarnya, pasti sulit bagi Nana untuk menerima kenyataan bahwa wajah ini bukan Arya. Dia pasti marah dan sedih.
“Terus sekarang apa? Lo janji bantu gua..”
“Peraturannya sederhana. Jika dia membuat lu merasa lebih baik, lanjutkan. Tapi, jika dia membuat lu merasa lebih buruk , maka biarkan dia pergi. Disini gue juga memperhitungkan perasaan lu, dan tentunya kak Arya. Gue pengen dia bahagia disana..”
“Kita lihat saja nanti. Akan berakhir baik atau buruk!”

Novel online karya istriku, Syuci Ratna Wulandari


Bag 1

BRING BACK MY HEART

Terkadang cinta memang  begitu menyakitkan, akan tetapi karena cinta juga kamu selalu temukan dirimu tersenyum tanpa alasan. Ketika orang yang kita anggap sangat kita cintai meninggalkan kita, jangan gunakan matamu untuk menangisinya, tapi gunakan untuk mencari dia yang lebih baik. Cinta, sebuah kata yang ajaib. Sebenarnya definisi dari cinta sendiri itu apa? Ada banyak arti dari cinta, tergantung siapa yang menjalaninya. Terkadang kita harus mendengarkan kata hati untuk mencari tahu apa jawabannya.
Cinta sejati, banyak orang tersenyum bahagia ketika mengatakan pasangannya adalah cinta sejatinya. Hanya karena mereka merasa saling membahagiakan satu sama lain. Tapi sebagian lagi mengatakan cinta sejati adalah bahagia melihat orang yang kamu sayang bahagia, meskipun itu bukan bersama dirinya. Ketika seseorang jatuh cinta padamu, ada dua hal yang sangat berarti baginya. Pertama yaitu segala sesuatu yang kamu katakan, yang kedua segala hal yang kamu lakukan. Ya, itu hanya ketika dia sedang jatuh cinta. Cinta itu seperti air, dibutuhkan setiap orang, didapat dengan cuma-cuma. Tapi, banyak yang tidak menghargainya. Tapi bagiku cinta itu ketika jantungku berdetak kencang karena suatu yang tak dapat dijelaskan.
Dia yang membuat jantungku berdetak kencang untuk pertama kali, pergi meninggalkan ku karena satu alasan yang membuat siapapun yang ditinggalkannya bahagia bila mendengarkannya. Walaupun disaat itu, jantungku seakan ikut berhenti berdetak untuk selamanya. Alasan seperti apa itu, hanya aku yang bisa memahaminya. Hanya karena dia selalu ingin berada disisiku dan ingin menjadi bagian dari hatiku, karena itu pula dia meninggalkanku. Kusebut dia CINTA. Ketika seseorang ditinggalkan maka dia akan membuat kesimpulan bahwa hatinya terluka, hatinya sakit, merasa dicampakkan, dan sebagainya. Ya, tergantung karena apa mereka ditinggalkan. Sampai detik ini aku masih sangat merindukan kehadirannya yang tidak akan pernah mungkin terjadi. Banyak orang disekitarku menyimpulkan aku akan berhenti merindukannya setelah satu bulan, dua minggu, sepuluh hari, bahkan ada yang bilang tiga hari. Tapi yang kulalui lebih dari itu, ini sudah hampir dua tahun. Dan belum ada satupun yang mampu membuat jantungku berdetak kencang untuk yang kedua kalinya selama hampir dua tahun ini. Mungkin karena itu juga aku masih merindukannya. Meskipun banyak yang ingin menembus dan menghancurkan tembok baja yang dibuatnya untuk melindungi jantungku dari orang-orang yang berniat menggantikan posisinya di balik tembok itu. Tembok itu tak pernah goyah, retakpun tidak.
Ditinggalkan , bukan berarti kamu pernah gagal dalam berhubungan. Mungkin itu suatu awal yang akan membawa mu pada kehidupan yang lebih baik. Belajar merelakan dan ikhlas. Yang diperlukan hanya keberanian untuk mencoba mencari kembali. Mungkin Tuhan menunggu waktu yang tepat untuk menempatkan dia dalam hidupku.
“Masih disini?”
“Ney..”
“Jangan ngelamun, udah mau gelap. Kita balik ke hotel !” Neyla menarik tanganku, dan aku hanya menurut. Padahal aku masih ingin menikmati suasana senja di pelabuhan Ratu ini.
“Ney, kapan kita check out?”
“Besok Na, santai aja. Kalau masih mau jalan-jalan nanti kita lanjutin. Kamu tuh nyadar nggak sih kamu udah duduk dipasir empat jam. Nggak tepos tuh pantat..”
“Aku masih pengen disini Ney..”
Neyla menghentikan langkah kakinya. Dia hanya menatapku , tatapan penuh rasa kasihan. Sahabat yang sangat memahami keadaanku. Hanya dia yang bisa melihat aku sedih dan terluka dari mataku, ketika semua orang percaya dengan senyum diwajahku. Dan disaat aku merasakan cinta pada seorang pria, hanya dia yang menyadarinya. Bahkan hanya dia yang tidak tersinggung ketika aku cuma diam bila diajak bicara dan ketus bila suana hatiku sedang tidak baik. Karena itu hanya dia yang bisa menjadi sahabatku, sahabat yang menerima kondisi kejiwaanku. Bukan karena aku gila, tapi karena aku orang yang ditinggalkan. Dan dia tetap bertahan disampingku, membantuku bangkit dari hal yang menurutnya patut dilupakan.
“Oke, sampai kapan?” Neyla melepaskan tanganku dari genggamannya.
“Satu jam lagi, please..”
Aku tahu, aku sahabat yang sangat menyusahkan. Tapi aku pernah meminta Neyla untuk pergi, dan jangan ikut campur urusanku lagi. Karena aku sadar, orang yang berada didekatku akan sangat kerepotan karena tingkah anehku. Dan yang kudapat, Neyla masih tetap berdiri disampingku. Lengket seperti perekat super. Darimana dia datang akupun tidak pernah menyadarinya. Dia muncul satu minggu sebelum aku mengenal Arya, orang yang membuat jantungku berdetak kencang.
“Ya sudah, aku packing dulu. Nanti aku kesini lagi..”
“Makasih..”
Neyla pun berlalu tanpa bertanya apa-apa lagi. Satu yang sangat dia yakini, semua akan berlalu seiring berjalannya waktu. Dan aku hanya butuh sedikit waktu lagi. Aku tak pernah berdebat dengan keyakinannya itu, aku hanya membiarkan dia melakukan apa yang dia inginkan. Selama itu tidak menggangguku yang tetap ingin seperti ini.
Angin laut membuat rambutku yang panjang bergulung tak tentu arah.  Berjalan kembali ketempat aku duduk  tadi dan kembali memikirkan tentang cintaku yang pergi. Neyla selalu bicara waktu pertama kali dia bertemu Arya, Arya sangat tampan. Dan dia bertanya , apa karena ketampanannya aku jatuh cinta pada Arya. Aku hanya bilang iya padanya. Karena jika aku bilang tidak, itu hanya akan terdengar seperti suatu penyangkalan. Arya memang tampan, tapi bukan karena itu jantungku berdetak kencang untuknya. Sulit dijelaskan, Arya bukan laki-laki pertama yang menjadi pacarku. Tapi dia orang pertama yang memegang kunci untuk membuka pintu hatiku. Dia kekasihku.
Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita harus jatuh cinta. Meskipun kita tahu tak seharusnya kita mencintainya, dan pada akhirnya akan tetap mencintainya. Arya lah yang memaksaku dengan halus untuk jatuh cinta padanya, sebelum dia memutuskan untuk menjadi bagian dari hidupku. Karena dia hanya ingin memiliki orang yang juga ingin memilikinya. Ratusan kali aku menyangkal apa yang kurasa padanya karena itu tak boleh terjadi. Pada akhirnya, akupun menyerah. Dia, Arya Nindra. Orang yang pertama yang membuatku merasakan indahnya cinta, orang yang berbeda keyakinan denganku. Batas yang tak bisa aku dan Arya lalui. Hingga pada waktunya dia pergi ke negeri yang jauh, tentunya meninggalkanku yang masih dalam keadaan jatuh dalam perangkap cintanya.
Aku selalu bersyukur memiliki Neyla sebagai sahabatku. Banyak nasehatnya yang berguna untukku. Padahal aku tak pernah secara langsung mengucapkan terima kasih atas waktu yang dia korbankan untuk terus bersamaku. Meskipun dia selalu mengambil kesimpulan Arya itu playboy, dan tak pernah mencintaiku. Karena bagi Neyla seseorang yang mencintai pasangannya takkan pernah kehabisan alasan untuk mempertahankan pasangannya, dan takkan pernah mencari alasan untuk meninggalkan pasangannya. Dan alasan Arya , hanya omong kosong baginya. Aku tak pernah menyalahkan kata-kata Neyla. Dia benar jika dia memang merasa itu benar dan masuk akal. Tapi Neyla tidak tahu kebenarannya. Jadi aku hanya bisa diam mendengar semua omelannya pada Arya. Meskipun pada akhirnya dia akan lelah berbicara sendiri, tanpa aku membantah kata-katanya sedikitpun.
Tak sekalipun aku menangisi keadaan, tapi aku menyesal karena tidak pernah memperjuangkan sedikit harapan yang ku miliki ketika masih disisinya. Andai saat itu aku tidak meremehkan diriku sendiri, dan menganggap tidak ada yang dapat dilakukan. Itu kebodohan terbesarku.
Memikirkan semua ini, memang sudah menjadi hal yang biasa untukku. Karena tidak ada sesuatu yang berjalan sesuai rencana bila kita tidak yakin dengan apa yang kita jalani. Dan satu hal yang aku yakini saat ini adalah perutku minta diisi sesuatu. Sungguh mengganggu. Memalukan, perut yang lapar sangat tidak enak. Belum makan apa-apa sejak pagi tadi. Kalau aku mencari sesuatu untuk dimakan sekarang, apa Neyla bisa menemukanku. Aku tak ingin dia kerepotan mencariku. Dia memang selalu pandai menunjukkan betapa khawatirnya dia padaku. Telepon genggamku ada dikamar hotel, jadi aku tidak bisa menghubunginya. Ingin kembali ke hotel dan memesan makanan disana, tapi tak ada menu yang aku suka. Apa boleh buat, aku harus kembali kesana dan mengajak Neyla cari makan diluar.
Berjalan kembali ketempat kami menginap, lumayan jauh. Sudah jam tujuh malam, aku masih berharap bisa kembali mengingat Arya sambil melihat cakrawala. Tapi cakrawala benar-benar sudah tak terlihat. Memang ada baiknya aku kembali, dan membantu Neyla packing barang-barang kami. Dan makan sesuatu yang aku suka. Berjalan telanjang kaki dipasir yang hangat setelah dijemur seharian, sungguh menyenangkan. Suara ombak yang menghempas batu karang seperti berdengung ditelingaku.
“Aww..” seseorang melempar batu kecil dan mengenai belakang telingaku. Orang iseng mana yang kurang kerjaan melempar batu ditempat gelap. Aku tidak percaya hantu ataupun penunggu tempat-tempat angker. Aku hanya percaya pada manusia-manusia iseng kurang kerjaan.
“Siapa nih yang lempar batu? Ayo keluar..” kucoba menerawang kebeberapa sudut dipantai Ratu ini, memang agak tidak terlihat. Tapi aku yakin ada orang disini selain aku. Yang benar saja, mungkin dalam jarak 5meter dihadapanku, ada sosok yang menghampiriku. Seorang laki-laki. Ini dia si orang iseng, “kamu yang lempar batu?” tanyaku pada laki-laki didepanku. Aku masih belum bisa melihat wajahnya dengan jelas.
“Nggak sengaja, dikirain nggak ada orang..”
Orang ini, dari bicaranya terdengar sombong. Lebih baik aku abaikan saja orang iseng seperti ini. Kalau aku ladenin bisa terjadi pertengkaran. Suasana hatiku sedang tidak baik, dan perutku mulai perih. Parahnya kepalaku mulai pusing, apa karena batu yang mengenai telingaku.
“Eh kok malah pergi sih..”
Apa-apaan ini, dia menahanku dengan menarik tanganku. Tidak sopan.
“Nggak punya urusan ya dengan kamu, lepasin !!” orang ini bodoh atau apa. Apa mungkin dia punya niat jahat padaku.
“Oke, Nana..”
“Kamu…?” dia tahu namaku.
“Ya kamu Nana kan. Apa kamu tahu aku?”
“Ya aku tahu kamu..”
“Wah yang benar, memangnya aku siapa…”
“Kamu.. Penguntit!!”
“Hah,, penguntit. Na, Nana…”
Aku segera berlari meninggalkan laki-laki ini. Menyeramkan sekali, aku bertemu orang asing ditempat yang baru dua kali aku datangi. Ditambah dia tahu namaku, dan sekarang dia pun berusaha mengejarku. Wajahnya pun tidak dapat kulihat dengan jelas. Ya Tuhan, beri aku kekuatan untuk berlari dengan cepat ketempat yang ramai.
“Jangan sekarang, jangan sekarang!!” mulai terasa seperti mau tumbang, karena kepala ku jadi begitu pusing dan sakit. Aku berteriak pada diri sendiri. Dan yang baru kusadari ada darah dibajuku, hal terburuknya aku pobia pada darah. Aku sudah tak tahan melihat warna merah yang mengalir didadaku. Tampak datang dari belakang telinga, pantas rasanya membuatku pusing. Aku rasa aku akan benar-benar pingsan. Lariku pun mulai tak karuan, aku tak bisa melihat dengan benar. Pandanganku kabur. Dan ada suara-suara yang tampak tak asing datang dari arah belakang.
“Na… Nana, Nana, Nana…..”
                Siapa dia?