Bag 2
“Gadis ini,
masih cantik seperti dulu..”
“Yakin dia
masih gadis?”
“Jangan
sembarangan!! Gue sudah selidiki hampir dua tahun. Dia masih sendiri, belum
menikah..”
“Oh gitu,
kenapa dia belum sadar juga, ini sudah dua jam. Padahal lukanya nggak terlalu
parah..”
“Entahlah,
wajahnya pucat. Kita tunggu saja..”
“Elu yakin dia
orangnya?”
“100%”
Aku tidak
mungkin salah, dia orang yang sama dengan yang aku temui dulu. Dia cinta
pertama kakak ku, Arya. Kakak kembarku. Aku yakin karena akulah yang telah
memaksanya untuk jatuh cinta pada Arya, dan aku pula yang dengan tidak sengaja
membuat Arya jatuh cinta padanya. Dan setelah berpisah mereka sangat menderita.
Ini semua salahku, dan aku akan bertanggung jawab. Andai waktu itu aku tidak
mengaku sebagai Arya. Mungkin dia sudah menjadi milikku. Sejak awal dia memang
milikku, milikku yang tak pernah kudapatkan.
“Terus kalau
dia sadar, lu mau ngapain? Dia pasti kenal lu sebagai kak Arya..”
“Menurut lo,
gua harus jadi siapa? Arya atau Erga…”
Syila terdiam
mendengar pertanyaanku. Dia menatapku bingung sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Ini pertanyaan sulit baginya “Aku nggak tahu, terserah kamu aja deh!!”
“Nana pasti
berharap gua Arya..” kenyataan yang tidak dapat kutepis. Dia sama sekali tidak
tahu siapa itu Erga. Dia pasti hanya mengenal Arya. Coba waktu itu dia tidak
mencari Arya. Maka kakakku tidak akan pernah benar-benar bertemu dengannya,
lalu jatuh cinta. Arya tidak memberitahukan kebenarannya, hanya karena dia ingin memiliki bunga yang indah ini. Tapi
apa dia tahu yang sebenarnya terjadi pada Arya.
“Kak Arya
pasti bahagia, kalau elu jujur sama nih cewe..”
“Maksud lo?”
“Jadi diri lu
sendiri bego, Erga Nindra..”
“Kenapa kalau
jadi Arya? gua dah biasa..”
“Sebenarnya
kak Arya tahu..”
“Tahu apa?”
“Kak Arya tahu
lu pakai nama dia waktu pertama kali ketemu nih cewek. Dan kak Arya juga tahu lu
yang pertama kali suka sama nih cewe..”
“Maksud lo.
Arya tahu semuanya..”
“Iya, dia yang
bilang sama gue. Karena itu juga dia memutuskan untuk pergi..”
“Bodoh !!”
“Elu ngomong
bodohnya ke gue apa Kak Arya?”
“Kalian berdua
bodoh. Kalian salah ngerti. Gua cuma
main-main sama gadis ini, makanya gua memperkenalkan diri sebagai Arya..”
“Udah deh lu
nggak bisa bohong. Kenapa juga lu mau bertanggung jawab, elu kan playboy kelas VIP. Semua orang yang
lihat lu tuh ya, pasti punya pemikiran yang sama pada saat pertama kali ketemu
lu. Si ganteng yang banyak pacar, hahaha. Elu tobat waktu lu sadar nggak bisa
bersama cewe ini lagikan? lu suka nih cewe..”
Aku tak dapat
berkata, aku tampak bodoh didepan Syila. Dia sepupuku yang sangat dekat dengan
Arya dan memanggilnya dengan sebutan kakak. Berbeda dengan caranya memanggilku,
“elo ketawanya jangan keras-keras napa..”
Yang benar
saja, ketawa Syila yang agak keras membangunkan gadis yang tertidur diranjang
kamar hotel tempatku menginap. Nana Putri. Mata sayunya terbuka perlahan, dan
mulai mengamati seisi kamar. Dia tampak kebingungan, jelas saja ini bukan
kamarnya. Hatiku mulai gusar, karena matanya akan segera menemukan
keberadaanku. Aku tak berani menatapnya, segera aku membalikkan badan
membelakanginya. Kutatap Syila dan segera memberikan kode agar dia menghampiri
gadis itu. Dan Syila mengerti.
“Udah sadar
nih neng?” Syila menghampiri Nana yang kebingungan.
“Siapa kamu?”
tanya Nana ketus.
“Gue Syila.
Nama lu siapa?”
“Syila? Kenapa
aku disini, kamu penculik?” Nana mulai resah.
“Gue nggak
culik lu kali. Gue tanya nama lu tuh siapa?” Syila menahan kesalnya.
“Neyla, Neyla.
Jam berapa sekarang?”
“Hah, kok
Neyla sih. Sial, dah gue bilang lu salah orang..”
Tidak mungkin,
aku sangat yakin dia Nana. Nana Putri, kekasih Arya. Aku selalu mengawasinya.
Kali ini aku yang kebingungan. Siapa gadis ini, kenapa wajahnya tampak sama.
Sebelumnya dia membenarkan kalau dia Nana dengan mengataiku penguntit.
Kuberanikan membalikkan badan dan menatapnya, apa dia mengenali wajah ini.
“Heii, aku tanya
jam berapa? Dan ini dimana? Aku mau…………………………………kamu?”
“Lu kenal
dia?” Syila bertanya pada Nana.
Mata kami
saling bertemu. Tatapan itu, aku sangat mengenal tatapan itu. Aku tahu sudah
lama sekali sejak dia mencari Arya. Dan aku yakin, gadis yang ku bawa ini Nana.
Dia mengerutkan keningnya. Matanya tak berkedip, tetap menatapku. Aku merasakan
jantungku memacu dengan kencang, seperti berlari menghindari sesuatu.
“ARYA”
Ya akhirnya,
dia mengucapkan nama itu. Memang sudah seharusnya terjadi. Syila menatapku
tajam. Bahkan dia melototiku, dia ingin aku mengatakan sesuatu. Badan ku
tiba-tiba terasa sangat lemas. Gadis itu mulai meteskan airmata, satu persatu
jatuh. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku mulai berfikir dan berfikir. Aku
harus cepat, aku harus segera memutuskan. Aku ingin jadi siapa.
“Emmphh…”
Syila mulai merasa tak enak, melihat gadis itu menangis “Intinya, nama lu bukan
Neyla kan. Arya nggak kenal cewe yang namanya Neyla..” Syila menjelaskan.
Gadis ini
menatap Syila tajam. Terlihat menakutkan, kenapa dia seperti itu. Baru pertama
kali aku melihat gadis cantik ini mengeluarkan ekspresi tidak menyenangkan.
Meskipun masih saja terlihat cantik.
“Santai dong!!
Gue cuma ngasih tahu..” Syila menyeringai, dia tampak kesal.
“Aku… bukan
Arya !!” akhirnya aku memutuskan, mau jadi siapa diriku. Mereka berdua
menatapku bersamaan. Syila terkejut dengan keputusanku, dan Nana lebih terkejut
lagi. Ini mungkin mustahil baginya. Dan mungkin sekarang dia berfikir aku
sedang bercanda, “Aku memang bukan Arya, dan aku tidak sedang bercanda..”
jelasku.
“Oke, aku
mengerti. Aku mau pulang..” Nana turun dari kasur dan berjalan dengan cepat
mendekati pintu.
“Nana..” kupanggil
namanya berharap dia berhenti. Ya, dia menghentikan langkahnya yang tinggal
beberapa jengkal menuju pintu.
“Jika kamu
bukan Arya, akupun bukan Nana. Aku bukan siapa-siapa!!” gadis itu menegaskan, pintupun
dibuka dan dia pergi.
Bagaikan
disambar petir. Hatiku hancur mendengar pernyataannya. Apa yang terjadi
dengannya. Kenapa dia bisa mengatakan itu setelah sekian lama tidak berjumpa
denganku. Apa dia sudah melupakan segala sesuatu yang aku dan dia lalui. Tidak
mungkin selama ini aku salah, informanku tidak mungkin berbohong. Dia masih
sendiri sampai detik ini.
“Sekarang gue
yakin, dia beneran Nana. Dia tuh cuma cinta sama Kak Arya, makanya dia begitu.
Kasihan ya jadi elu, tidak diharapkan..” Syila menyindirku.
“Diam lo bawel..”
“Tapi gue
kagum, lu berani mengambil keputusan yang bahkan gue pun bakalan sulit
menerimanya kalau gue yang jadi Nana..”
Aku menghela
napas. Syila ada benarnya, pasti sulit bagi Nana untuk menerima kenyataan bahwa
wajah ini bukan Arya. Dia pasti marah dan sedih.
“Terus sekarang
apa? Lo janji bantu gua..”
“Peraturannya
sederhana. Jika dia membuat lu merasa lebih baik, lanjutkan. Tapi, jika dia
membuat lu merasa lebih buruk , maka biarkan dia pergi. Disini gue juga
memperhitungkan perasaan lu, dan tentunya kak Arya. Gue pengen dia bahagia
disana..”
“Kita lihat
saja nanti. Akan berakhir baik atau buruk!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar