Kamis, 06 Februari 2014

Bring Back My Heart -> Bag 3


Bag 3

Menyakitkan ketika kamu menyadari bahwa selama ini kamu dibodohi oleh seseorang yang tulus kamu cintai. Lebih menyakitkan lagi setelah kamu tahu dia hanya tampak berpura-pura mencintaimu. Kenapa? Mengatakan dirinya bukan Arya. Lelucon murahan. Padahal dari mata maupun hatiku, dia adalah orang yang dulu membuat jantungku berdetak kencang. Apa dia mau mempermainkan aku, kenapa dia bisa ada disini. Dulu saat dia meninggalkanku, berkata tak akan pernah kembali. Meskipun begitu aku tak sesakit ini. Aku tak merasa dicampakkan sedikitpun. Tapi ini, seperti sebuah pengkhianatan. Pertemuan yang tidak aku harapkan. Dia tahu aku Nana, tapi dia sedang bermain-main dengan identitasnya. Terakhir kali aku bertemu dengannya, aku melihat pasport keberangkatannya ke Inggris. Namanya Arya Nindra, aku tak mungkin salah. Dan daya ingatku masih kuat, hingga sekarang aku masih mengingat semua tentangnya.
Kemana aku harus pulang. Daerah ini tampak asing bagiku. Neyla pasti cemas mencariku, untungnya belum 24jam. Dia tidak akan melaporkan kehilanganku ke kantor polisi. Dia memang sedikit berlebihan. Tanganku bergetar, kepalaku sedikit pusing. Aku harus makan sesuatu. Ya Tuhan, aku tak pakai sendal. Aku ingat tadi aku berjalan dipasir tanpa alas kaki. Orang-orang melihatku dengan aneh. Tentu saja, ada perempuan berjalan tanpa alas kaki di malam hari. Apa lagi ditempat keramaian. Aku berdoa Neyla menemukanku, dan berharap aku masih berada di Sukabumi.
“Oke Nana !! Kamu harus kuat. Jangan sampai perasaan mu mengendalikanmu..” aku bergumam sendiri untuk menguatkan diri. Malam semakin dingin, dan aku ingin segera bertemu Neyla. Sejenak harus kulupakan kejadian beberapa menit yang lalu, anggap ini hanya mimpi. Jangan terbawa suasana “Sial, aku lupa nama Hotelnya!!” keadaan mulai memburuk. Mungkin memang benar aku sudah mulai pikun. Yang aku ingat hanya Arya dan Arya. Tuhan, berikan jalan keluar.
Aku berjalan tanpa henti. Tak ku hiraukan orang-orang yang melihatku. Meskipun hanya beberapa. Aku yakin sudah berjalan selama satu jam, karena kakiku mulai sakit. Badanku lemas. Ini sudah yang terburuk terjadi padaku didalam hidup. Sebelumnya aku tidak pernah tersesat. Mungkin karena sudah malam, aku takut minta tolong pada orang-orang asing. Aku tidak boleh terus begini, tidak mungkin aku jadi gembel saat sedang berlibur. Aku harus fokus.
“Ayo Nana, konsentrasi.. “ gumamku sambil memejamkan mata, dan “DAMN, aku berjalan menjauhi pantai. Aku harus mencari pantai..” akhirnya aku sadar betapa tololnya aku.
Kupejamkan mata dan mulai mencoba merasakan darimana datangnya angin laut. Arahnya sedikit kacau, tapi satu yang membuatku yakin. Putaran anginnya sangat kuat dibahu kananku “Ya, dibelakang, ada dibelakangku..” akhirnya aku memutar arah, dan berjalan lurus mengikuti putaran angin. Sial, ini pernah kulakukan dulu bersama Arya. Dia yang mengajariku menemukan pantai dengan merasakan perputaran angin. Untuk pertama kalinya, aku tak suka mendapati diriku mengingat tentang Arya. Tapi tak apa, ini sedikit berguna. Kakiku benar-benar lecet, aku tampak buruk dan menyedihkan.
Jangan memohon pada Tuhan untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan, tapi mohonlah pada Tuhan untuk apa yang pantas kamu dapatkan. Sepanjang perjalananku aku sudah memohon puluhan kali pada Tuhan, untuk bertemu pantai. Dan ini yang pantas aku dapatkan, aku bertemu Neyla berjalan bersama seorang pria. Ya aku tahu dia, security di hotel tempatku menginap. Mereka mencari seseorang, tentunya aku. Kulihat dia menghentikan langkahnya saat melihatku, dia pasti tak menyangka aku akan sesial ini. Neyla berlari menghampiriku, diikuti pria yang menemaninya.
“Na, kamu kemana sih? Kenapa sejauh ini..” pelukkannya menghangatkan badanku yang menggigil dan lemas.
“Maaf, aku tersesat..”
“Kamu.. badanmu panas” Neyla memegang keningku “Pak Asep bisa gendong dia, kakinya lecet Pak..”
“Iya Neng bisa, sini saya bantu..” Pria yang Neyla panggil Pak Asep ini menggendongku dari belakang. Aku terima saja, toh aku memang sudah tak sanggup untuk berjalan.
Terkadang bukan karena dusta kamu membenci seseorang, tapi karena sedih menerima kenyataan bahwa dia tak bisa lagi kamu percaya. Yang kurasa, aku mulai membencinya dan membenci situasi yang kurang menguntungkan ini. Berlibur untuk bernostalgia ditempat pertama kali aku bertemu dengannya, yang kudapat kini hanyalah penyesalan. Menyesal pernah mengizinkannya mendirikan tembok baja dihatiku. Menyesal menghabiskan waktu untuk merindukannya. Menyesal terlambat menyadari betapa bodohnya aku. Begitu banyak penyesalan, hingga hampir saja ku ratapi detik-detik yang aku sia-siakan untuk membanggakan diri sebagai orang yang ditinggalkan. Dapatkah aku melepaskan diri dari belenggu masa lalu yang kuciptakan sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar