Bag 5
Setelah sekian
lama, tapi aku melakukannya dengan buruk. Terakhir kali aku melihatnya, dia
begitu mempesona. Meskipun dia selalu mempesona dimataku. Tapi, ada yang
berubah darinya. Dia tampak berbeda, pandangannya padaku penuh rasa sesal. Apa karena
aku bukan orang yang dia harapkan. Banyak hal yang inginku tanyakan, tapi dia
pergi tanpa ingin tahu apa yang ingin kukatakan. Dan aku terlihat begitu bodoh
karena tidak berusaha menahan dan mengantarnya pulang. Aku benar-benar buruk
dalam hal ini. Jika Arya ada disini, dia akan sangat kecewa padaku. Orang yang
sama-sama kami sayangi, kuperlakukan dengan tidak semestinya. Dengan apa dia
pulang? Aku bahkan tak menemukan dia membawa dompet dan sendal. Erga, kamu
begitu bodoh hingga harus melupakan hal sepenting itu.
Biiippp..
Biippp…
Handphone ku
berbunyi, ini pesan dari Syila. Dia ada dikamar sebelah.
Badguy, lu emg cowok paling bego..
Gue bakal bunuh elu kalau jd tuh
cewek.
So, ur lucky man!!
Cewek
tomboy ini sedikit membuatku stress. Dia bahkan lebih tahu keadaan Nana
melebihi dari diriku. Sedikitpun tidak memberitahu siapa informan yang dia
bayar untuk memata-matai Nana. Yang aku tahu selama menyelidiki tentangnya
adalah dia selalu berada didekat Neyla, mantanku. Satu-satunya wanita yang
dapat membedakan yang mana diriku, dan yang mana Arya. Karena dia juga aku
tidak bisa mendekati Nana, dia tidak menyukaiku karena dulu aku
mempermainkannya. Dia melindungi Nana, itu yang membuatku takut. Otakku selalu
berfikir dialah orang yang akan membunuhku, bukan Nana. Aku rasa banyak yang
tidak Nana tahu, sampai saat ini dia masih menjadi orang yang dibohongi
orang-orang yang disayanginya. Kamu harus bersabar Nana, aku akan segera
mengakhiri semua ini. Baik maupun buruk.
Silahkan, gw gk keberatan!!
Hanya
kata-kata itu yang dapatku balas dari pesan Syila.
Biipp..
Biipp..
Ok. Gue butuh tenaga buat bunuh
lu!!
Cari makan dulu.. laper gue.
Tunggu di lobi, 10mnit gue susul!!
:p
Tuhan,
kalau saja aku tidak butuh bantuannya. Dengan terpaksa aku keluar dari kamar
dan menunggu Syila yang sudah pasti baru mau mandi. 20menit sudah berlalu,
akhirnya Syila datang juga. Sama saja, penampilannya masih terlihat berantakan.
Kenapa aku bisa punya sepupu seperti dia, banyak uang tapi anti salon. Karena
dia keturunan dari Kakek dan Nenek yang sama denganku, tentunya kuanggap dia
gadis yang cantik. Walaupun masih cantikan Nana dimataku.
“Kelamaan
ya, ada sedikit trouble..”
“Trouble?”
“Tadi
informannya hubungi gue, cewe kesayangan lu itu sakit..”
“Informannya
ikut juga?”
“Ah,
lu nggak usah mau tahu soal informan gue. Dia orang yang dapat dipercaya!!”
“Gimana
keadaannya sekarang?”
“Udah
lu nggak usah khawatirin dia mulai sekarang!! Setelah perut gue kenyang, nyawa
lu melayang, mati deh lu..hahaha”
“Sial
lo..”
“Ayo,
gue pengen makan bubur ayam..”
“Nggak
ada yang lebih enakan selain sarapan bubur ayam?”
“Emph
ada sih, ayamnya pake bubur,,hhahaha”
“Ketawa
lo lebar banget. Orang-orang pada kabur..”
Syila
memandangku dengan wajah antagonisnya. Sama sekali tidak menakutkan, kurasa
malah terlihat lucu. Kalau saja aku tidak bergantung padanya saat ini, aku
takkan pernah tahu apa yang harus kulakukan untuk menebus semua kesalahanku
pada Nana dan Arya. Dan kalau saja Syila tidak menyayangi Arya dan
menganggapnya penting, aku takkan bisa menggantungkan masalahku padanya. Suatu
saat aku akan sangat berterima kasih atas semua pertolongan dan pengorbanannya.
Apa
jadinya jika Nana tahu yang sebenarnya. Siapa laki-laki yang pertama
memeluknya, dan membuatnya jatuh cinta. Awal mula aku hanya bercanda saat pertama
kali menggodanya, tapi pada akhirnya aku membuat dia berambisi pada sosok Arya.
Kini aku yang hampir putus asa, karena tak dapat mengakhiri sesuatu yang kumulai
sendiri. Dan yang terparah, aku terjerat dalam permainanku sendiri. Ini semacam
karma, karena banyak menyakiti hati wanita-wanita di masa laluku. Sekarang aku,
Arya, dan Nana yang terkena balasan. Balasan ini kuanggap semacam kutukan.
Kutukan yang membuat hati kami terus terhubung. Tapi sekarang, penyesalan tidak
ada gunanya. Aku hanya perlu terus memperjuangkan apa yang seharusnya aku
perjuangkan. Ini pertama didalam hidupku. Bukan semata-mata karena Arya, tapi
perasaanku juga.
Didunia
ini, belum ada satupun hal yang pernah aku perjuangkan. Semuanya kudapat dengan
mudah. Mungkin itu yang membuatku begitu gampang menerima dan membuang sesuatu,
apapun itu. Tapi Arya dan Nana, membuatku belajar. Didalam hidup ada satu hal
yang patut kita pertahankan, yaitu cinta. Cinta yang kurasakan saat ini adalah
cinta yang penuh rasa takut, takut akan kehilangannya jika dia tahu akulah Arya
yang pertama kali dia kenal.
“Mikirin
tuh cewek !!” Syila membuyarkan lamunanku “Mas bubur ayamnya dua ya..”
“Siapa
lagi..” jawabku sambil duduk dikursi sebuah warung bubur ayam didekat hotel
tempatku menginap.
“Muka
lu pucet tuh, jangan terlalu dipikirin. Entar lu sakit sebelum gue bunuh..”
“Niat
banget sih lo bunuh gua, bunuh aja..”
“Ya
ntar,, sabar ya Gi, gue makan bubur dulu” Syila menodongkan sendok ke mukaku.
“Sial
lo !!!”
“Hahahaa…
lu kaget atau belum siap mati? Tampang lu jayus banget..”
“Jangan
bercanda deh.. gua lagi nggak mood!!”
“Emang
lu kaga pernah ada moodnya. Nggak heran gue, kenapa lu susah banget tuntasin
masalah lu..”
“Nggak
ada hubungannya!”
Dua
mangkuk bubur ayam datang. Mengingatkanku akan gadis itu lagi. Nana tidak suka
bubur. Masih jelas terekam dalam memoriku saat dia mengatakan bahwa dia wanita
yang punya selera. Berusaha menjelaskan, tidak menyukai beberapa hal termasuk
makanan bukanlah pemilih. Dia selalu menekankan padaku dengan nada yang
meyakinkan “Aku punya selera..”. Ini pagi yang sungguh konyol, semangkuk bubur
ayam bisa membuatku kalut. Syila benar, aku harus segera menyelesaikan apa yang
sudah aku mulai.
“Hebat
lu, kerupuk bisa melempem gara-gara lu pelototin. Belajar telepati dimana lu?
Daripada keburu nggak enak diliatin mulu, mending buat gue aja.. Hhahaha..”
Syila menggeser mangkuk bubur ayam kehadapannya.
“Makan
aja. Gua mau makan yang lain!!! Gembul”
“Nyuruh
makannya sih kedengeran gurih, tapi gembulnya asem banget. Karena gue harus
merasakan asemnya cuka di pagi hari, lu yang bayarin sebagai dendanya…”
Lagi-lagi menodongkan sendok ke mukaku, kali ini ada buburnya.
“Apaan
sih lo, jorok banget. Iya gua bayarin, sepuluh mangkuk juga…”
“Nah
gitu donk. Ngomong-ngomong hari ini rencana lu apa?”
“Yang
jelas gua pengen semua ini cepet kelar. Tapi nggak mungkin gua tuntasin disini,
suasananya terlanjur kacau seperti ini..”
“Emph
Ok, gue ngerti maksud lu. Nanti gue hubungi informannya..”
“Ya
thanks..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar